Dewasa itu sebagian dari tidak menyenangkan
Salah ku apa? Hingga hati ku selalu berkecamuk. Entahlah, aku bingung menjelaskan apa yang ku rasakan saat ini. Aku ingin pulang, sungguh aku rindu rumah, ingin ku peluk ibu. Ingin ku sampaikan aku takut di sini, aku cemas tapi keluhku rasanya lebih membuat ibuku khawatir, ku urungkan inginku. Tetap bahagia ibu ku menjadi satu-satunya penyemangatku, meski sering kali pilihannya membuatku ingin berontak, ku pikir lagi dan kata ibu ada benarnya bahwa tak ada ibu yang ingin melihat anaknya tidak baik-baik saja.
Entah berapa banyak lelah yang ia
sembunyikan selama ini. Aku mencoba menjadi anak seperti yang diinginkannya,
melelahkan kadang tapi ku yakin lelah ibu lebih lelah dari lelah ku. Kembali ku
ingat bahwa aku hanya seorang anak yang merindukan orang tua, jauh di
perantauan membuatku dewasa pun membuat ku cengeng. Sakit sedikit ingat ibu, capek sedikit ingat rumah dan semua hal
yang tidak menyenangkan di rantau selalu membawa aku kembali teringat akan
rumah.
Ah, dewasa tidak se-menyenangkan
itu rupanya. Kau harus berkonflik dengan diri terlebih dahulu, lalu berkonflik
dengan orang di sekitarmu serta orang
terdekatmu. Apalagi yang aku takutkan ketika dewasa? Diatur oleh
masyarakat. ini hidup ku dan aku adalah peran utama di dalamnya, tapi kenapa
masyarakat banyak berkomentar tentang ku. Mereka punya banyak mata dan punya
banyak telinga, tak satupun yang mereka lewati tentangku. “biarkan saja, mereka
hanya tidak tau bagaimana kamu bertahan sampai saat ini” kata seseorang yang
sangat sering menasehatiku.
Ya, harusnya ku acuhkan saja, aku
punya dunia yang tidak mereka miliki.
Aku kembali teringat akan sosok
ibu. Telpon berdering dan ku lihat nomor ibu di layar handphone ku
“hallo Assalamualaikum bu”
“Walaikumsalam, kamu di mana
nak?” jawab ibu
“aku di sini bu, kamar ku. Ibu
sedang apa?”
“sedang nonton tv” suara ibu
terdengar aneh, berat dan sedang ia tahan
“kenapa bu, ibu sakit? Sudah
makan?”
“asam lambung ibu kambuh lagi”
jawab ibu
“ibu jangan telat makan, aku jauh
bu, sehat-sehat selalu ya bu” (terasa sesak)
Lalu bercerita tentang
kehidupannya di sana, hampir dua jam aku mengobrol jarak jauh. Telepon dimatikan
dan hati ku sakit, sesak dan tangisku pecah. Aku kembali diam sambil melihat
langit-langit kamar, aku melamun dan lamunan ku kosong cukup lama.
Dewasa itu sebagiannya tidak
menyenangkan…
Komentar